Sabtu, 02 Juni 2012

Dinasti-Dinasti Yang Pernah Berkuasa Di China

Dinasti yang pernah memerintah di China

DINASTI-DINASTI CHINA
Sejarah Cina adalah salah satu sejarah kebudayaan tertua di dunia. Dari penemuan arkeologi dan antropologi, daerah Cina telah didiami oleh manusia purba sejak 1,7 juta tahun yang lalu. Peradaban Cina berawal dari berbagai negara kota di sepanjang lembah Sungai Kuning pada zaman Neolitikum. Sejarah tertulis Cina dimulai sejak Dinasti Shang (k. 1750 SM1045 SM). Cangkang kura-kura dengan tulisan Cina kuno yang berasal dari Dinasti Shang memiliki penanggalan radiokarbon hingga 1500 SM. Budaya, sastra, dan filsafat Cina berkembang pada zaman Dinasti Zhou (1045 SM hingga 256 SM) yang melanjutkan Dinasti Shang. Dinasti ini merupakan dinasti yang paling lama berkuasa dan pada zaman dinasti inilah tulisan Cina modern mulai berkembang.

Dinasti Xia (2100 SM-1600 SM)

Dinasti Xia adalah dinasti pertama yang diceritakan dalam catatan sejarah seperti Catatan Sejarah Agung dan Sejarah Bambu.Dinasti ini didirikan oleh Yu yang Agung. Sebagian besar arkeolog sekarang menghubungkan Dinasti Xia dengan hasil-hasil ekskavasi di Erlitou, provinsi Henan,yang berupa temuan perunggu leburan dari sekitar tahun 2000 SM. Beragam tanda-tanda yang terdapat pada tembikar dan kulit kerang yang ditemukan pada periode ini, diduga adalah bentuk pendahulu dari aksara moderen Cina.

Dinasti Shang (1560 SM-1045 SM)

Dinasti Shang menurut sumber tradisional adalah dinasti pertama Cina. Menurut kronologi berdasarkan perhitungan Liu Xin, dinasti ini berkuasa antara 1766 SM dan 1122 SM, sedangkan menurut Sejarah Bambu adalah antara 1556 SM dan 1046 SM. Hasil dari Proyek Kronologi Xia Shang Zhou pemerintah Republik Rakyat Cina pada tahun 1996 menyimpulkan bahwa dinasti ini memerintah antara 1600 SM sampai 1046 SM. Informasi langsung tentang dinasti ini berasal dari inskripsi pada artefak perunggu dan tulang orakel,[19] serta dari Catatan Sejarah Agung (Shiji) karya Sima Qian.
Temuan arkeologi memberikan bukti keberadaan Dinasti Shang sekitar 1600-1046 SM, yang terbagi menjadi dua periode. Bukti keberadaan Dinasti Shang periode awal (k. 1600-1300 SM) berasal dari penemuan-penemuan di Erlitou, Zhengzhou dan Shangcheng.[19] Sedangkan bukti keberadaan Dinasti Shang periode kedua (k. 1300–1046 SM) atau periode Yin , berasal dari kumpulan besar tulisan pada tulang orakel. Para arkeolog mengkonfirmasikan bahwa kota Anyang di provinsi Henan adalah ibukota terakhir Dinasti Shang,[19] dari sembilan ibukota lainnya. Dinasti Shang diperintah 31 orang raja, sejak Raja Tang sampai dengan Raja Zhou sebagai raja terakhir. Masyarakat Cina masa ini mempercayai banyak dewa, antara lain dewa-dewa cuaca dan langit, serta dewa tertinggi yang dinamakan Shang-Ti. Mereka juga percaya bahwa nenek moyang mereka, termasuk orang tua dan kakek-nenek mereka, setelah meninggal akan menjadi seperti dewa pula dan layak disembah. Sekitar tahun 1500 SM, orang Cina mulai menggunakan tulang orakel untuk memprediksi masa depan.
Para ilmuwan Barat cenderung ragu-ragu untuk menghubungkan berbagai permukiman yang sezaman dengan pemukiman Anyangsebagai bagian dari dinasti Shang.[22] Hipotesa terkuat ialah telah terjadinya ko-eksistensi antara Anyang yang diperintah oleh Dinasti Shang, dengan pemukiman-pemukiman berbudaya lain di wilayah yang sekarang dikenal sebagai “Cina sebenarnya” (China proper).

Dinasti Zhou (1027 SM–256 SM)

Dinasti Zhou adalah dinasti terlama berkuasa dalam sejarah Cina yang menurut ProyekKronologi Xia Shang Zhou berkuasa antara 1046 SM hingga 256 SM. Dinasti ini mulai tumbuh dari lembah Sungai Kuning, di sebelah barat Shang. Penguasa Zhou, Wu Wang, berhasil mengalahkan Shang pada Pertempuran Muye. Pada masa Dinasti Zhou mulailah dikenal konsep “Mandat Langit” sebagai legitimasi pergantian kekuasaan,[23] dan konsep ini seterusnya berpengaruh pada hampir setiap pergantian dinasti di Cina. Ibukota Zhou awalnya berada di wilayah barat, yaitu dekat kota Xi’an moderen sekarang, namun kemudian terjadi serangkaian ekpansi ke arah lembah Sungai Yangtze. Dalam sejarah Cina, ini menjadi awal dari migrasi-migrasi penduduk selanjutnya dari utara ke selatan. Pada Dinasti ini banyak bermunculan tokoh-tokoh seperti Lao Tzu dan Kong Fu Tzu

Periode Musim Semi dan Musim Gugur (722 SM-476 SM)

Pada sekitar abad ke-8 SM, terjadi desentralisasi kekuasaan pada Periode Musim Semi dan Musim Gugur, yang diberi nama berdasarkan karya sastra Chun Qiu (Musim Semi dan Gugur). Pada zaman ini, pimpinan militer lokal yang digunakan Zhou mulai menunjukkan kekuasaannya dan berlomba-lomba memperoleh hegemoni. Invasi dari barat laut, misalnya oleh Qin, memaksa Zhou untuk memindahkan ibu kotanya ke timur, yaitu ke Luoyang. Ini menandai fase kedua Dinasti Zhou: Zhou Timur. Ratusan negara bermunculan, beberapa di antaranya hanya seluas satu desa, dengan penguasa setempat memegang kekuasaan politik penuh dan kadang menggunakan gelar kehormatan bagi dirinya. Seratus Aliran Pemikiran dari filsafat Cina berkembang pada zaman ini, berikut juga beberapa gerakan intelektual berpengaruh seperti Konfusianisme, Taoisme, Legalisme, dan Mohisme.

Periode Negara Perang (476 SM-221 SM)

Setelah berbagai konsolidasi politik, tujuh negara terkemuka bertahan pada akhir abad ke-5 SM. Meskipun saat itu masih terdapat raja dari Dinasti Zhou sampai 256 SM, namun ia hanya seorang pemimpin nominal yang tidak memiliki kekuasaan yang nyata. Pada masa itu, daerah tetangga dari negara-negara yang berperang juga ditaklukkan dan menjadi wilayah baru, antara lain Sichuan dan Liaoning; yang kemudian diatur di bawah sistem administrasi lokal baru berupa commandery dan prefektur. Negara Qin berhasil menyatukan ketujuh negara yang ada, serta melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah Zhejiang, Fujian, Guangdong, dan Guangxi pada 214 SM.[25] Periode saat negara-negara saling berperang hingga penyatuan seluruh Cina oleh Dinasti Qin pada tahun 221 SM, dikenal dengan nama “Periode Negara Perang“, yaitu penamaan yang diambil dari nama karya sejarah Zhan Guo Ce (Strategi Negara Berperang).

Dinasti Qin/Chin (221 SM–206 SM)

Dinasti Qin berhasil menyatukan Cina yang terpecah menjadi beberapa kerajaan pada Periode Negara Perang melalui serangkaian penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan lain, dengan penaklukan terakhir adalah terhadap kerajaan Qi pada sekitar tahun 221 SM.[25] Qin Shi Huang dinobatkan menjadi kaisar pertama Cina bersatu pada tahun tersebut. Dinasti ini terkenal mengawali pembangunan Tembok Besar Cina yang belakangan diselesaikan oleh Dinasti Ming serta peninggalan Terakota di makam Qin Shi Huang.
Beberapa kontribusi besar Dinasti Qin, antara termasuk terbentuknya konsep pemerintahan terpusat, penyatuan undang-undang hukum, diterapkannya bahasa tertulis, satuan pengukuran, dan mata uang bersama seluruh Cina, setelah berlalunya masa-masa kesengsaraan pada Zaman Musim Semi dan Gugur. Bahkan hal-hal yang mendasar seperti panjangnya as roda untuk gerobak dagang, saat itu mengalami penyeragaman demi menjamin berkembangnya sistem perdagangan yang baik di seluruh kekaisaran.[26]

Dinasti Han (206 SM–220 M)

Dinasti Han didirikan oleh Liu Bang, seorang petani yang memimpin pemberontakan rakyat dan meruntuhkan dinasti sebelumnya, Dinasti Qin, pada tahun 206 SM. Zaman kekuasaan Dinasti Han terbagi menjadi dua periode yaitu Dinasti Han Barat (206 SM – 9) dan Dinasti Han Timur (23220) yang dipisahkan oleh periode pendek Dinasti Xin (9 – 23).
Kaisar Wu (Han Wudi) berhasil mengeratkan persatuan dan memperluas kekaisaran Cina dengan mendesak bangsa Xiongnu (sering disamakan dengan bangsa Hun) ke arah stepa-stepa Mongolia Dalam, dengan demikian merebut wilayah-wilayah Gansu, Ningxia, dan Qinghai. Hal tersebut menyebabkan terbukanya untuk pertama kali perdagangan antara Cina dan Eropa, melalui Jalur Sutra. Jenderal Ban Chao dari Dinasti Han bahkan memperluas penaklukannya melintasi pegunungan Pamir sampi ke Laut Kaspia.Kedutaan pertama dari Kekaisaran Romawi tercatat pada sumber-sumber Cina pertama kali dibuka (melalui jalur laut) pada tahun 166, dan yang kedua pada tahun 284.
Pada awalnya, Liu Bang (kaisar Gao) membagi negara menjadi beberapa negara bagian feodal dengan maksud untuk memuaskan para pemimpin negeri yang bergabung dengannya saat perang Chu-Han, walaupun dia berencana akan menyingkirkan mereka setelah Liu Bang menggabungkan dan mengkonsolidir pasukannya menjadi kekuatan penuh.
Pada masa dinasti Han, ajaran Konfusius dan Taoisme berkembang pesat.

Dinasti Sui (581–618 M

Dinasti Sui (Sui Chao) (581 – 618) adalah sebuah dinasti yang menjadi peletak dasar bagi kejayaan Dinasti Tang sesudahnya. Dinasti ini mempersatukan Cina yang terpecah belah pada Zaman Enam Belas Negara sebelumnya. Terusan besar dibangun pada masa dinasti ini. Dinasti ini cukup pendek karena hanya 2 kaisar yang benar-benar memerintah. Kaisar-kaisar berikutnya hanyalah kaisar boneka yang dipasang oleh para jenderal dan penguasa militer sebelum akhirnya mereka sendiri mendirikan dinastinya sendiri. Li Yuan, sepupu Yang Guang, kaisar dinasti Sui yang kedua, merebut kekuasaan dan mendirikan dinasti Tang.
Masa transisi Dinasti Sui-Tang
Masa transisi Sui-Tang (Sui mo Tang chu) adalah masa peralihan dari Dinasti Sui ke Dinasti Tang yang penuh konflik dan pertumpahan darah. Pada masa itu, Cina terpecah-pecah atas beberapa negara independen yang berumur pendek, negara-negara ini dipimpin oleh para mantan pejabat dan pemimpin militer Sui dan para pemimpin pemberontakan petani. Salah satu mantan jenderal Sui bernama Li Yuan akhirnya berhasil mempersatukan kembali Cina dan mendirikan Dinasti Tang, ia menjadi kaisar pertamanya dengan gelar Kaisar Tang Gaozu. Periode ini berawal dari tahun 613 ketika Kaisar Yang dari Sui melakukan kampanye militer melawan Kerajaan Goguryeo, Korea. Perang yang gagal ini berujung tragedi bagi Cina, banyak pasukan yang dikirim ke Korea tidak pernah kembali yang selanjutnya berakibat desersi di tubuh militer dan pemberontakan dari rakyat yang direkrut paksa untuk dikirim dalam kampanye berikutnya. Periode ini baru berakhir tahun 628 dengan dikalahkannya Kerajaan Liang, rezim separatis terakhir pimpinan Liang Shidu oleh Kaisar Tang Taizong (Li Shimin), putra Li Yuan dan kaisar kedua Tang.
Runtuhnya Dinasti Sui dan berdirinya Dinasti Tang
Kaisar Yang merasa dirinya aman-aman saja dibawah perlindungan pasukan elit Xiaoguo di Jiangdu, padahal keadaan negara saat itu sudah semakin gawat. Ia tidak terlalu peduli untuk menangani pemberontakan dan hanya mengirim Jenderal Wang Shichong ke Luoyang untuk mempertahankan kota itu dari serbuan pasukan Li Mi. Kaisar bahkan tidak berniat untuk kembali ke utara dan bermaksud memindahkan ibukota ke Danyang (sekarang Nanjing, Jiangsu), di wilayah selatan Sungai Yangtze. Namun anggota pasukan Xiaoguo yang sebagian besar berasal dari utara dan mengkhawatirkan keluarga mereka disana, mulai melakukan desersi, mereka yang tertangkap dikenai hukuman berat. Keresahan melanda tubuh pasukan elit itu sehingga para perwiranya berkomplot untuk melakukan kudeta, mereka mendukung Yuwen Huaji, Adipati Xu (putra Yuwen Shu) sebagai pemimpin kudeta. Musim semi 618, mereka melaksanakan rencana itu dan membunuh Kaisar Yang. Kemudian Yuwen mengangkat keponakan Kaisar Yang, Yang Hao, Pangeran Qin sebagai kaisar boneka, dan ia sendiri sebagai walinya. Ia lalu bertolak dari Jiangdu ke utara bersama pasukan Xiaoguo untuk memerangi pemberontak.
Kabar kematian kaisar segera menyebar ke seantero wilayah Cina. Di Chang’an, Li Yuan meresponnya dengan menuntut Kaisar Gong menyerahkan tahta padanya, ia mendirikan dinasti baru, Dinasti Tang, dengan dirinya sebagai kaisar pertama. Sementara di Luoyang, tujuh orang pejabat terkemuka mengangkat cucu lain Kaisar Yang, Yang Tong, Pangeran Yue, sebagai kaisar dan ia diakui sebagai kaisar yang sah oleh sebagian besar pos militer yang masih setia pada Sui. Li Mi yang posisinya terjepit antara pemerintah Sui di Luoyang dan pasukan Yuwen yang sedang menuju utara, untuk sementara menjalin persekutuan dengan pemerintah di Luoyang dan mengakui Yang Tong sebagai pemimpin yang sah. Setelah Li mengalahkan Yuwen, Wang Shichong yang menentang persekutuan itu, mengambil alih kekuasaan dan menjadi wali atas Yang Tong, dengan demikian persekutuan dengan Li Mi putus. Pada akhir tahun itu, Wang melakukan serangan dadakan terhadap Li, Li yang kalah terpaksa melarikan diri ke wilayah Tang. Tahun berikutnya ia mencoba berontak dan dikalahkan pemerintah Tang, lalu dihukum mati.
Di tempat lain, Xue Ju telah wafat pada awal 618 dan digantikan oleh putranya, Xue Rengao. Li Shimin, Pangeran Qin, putra Li Yuan, mengalahkan dan membunuh Xue, seluruh wilayah kekuasaannya pun dianeksasi oleh Tang. Pada saat yang sama, Dou Jiande mengkonsolidasikan wilayahnya di utara Sungai Kuning, ia mengalahkan dan menghukum mati Yuwen yang telah meracuni Yang Hao dan mengangkat dirinya sebagai Kaisar Xu, namun Dou tidak pernah berhasil mengalahkan Luo Yi. Luo sendiri akhirnya menyerah pada pemerintah Tang. Sementara Zhu Can menghadapi perlawanan sengit dari rakyat yang membenci kekejamannya, ia mempertimbangkan antara menyerah pada Yang Tong di Luoyang atau pada Dinasti Tang, dan akhirnya ia memilih pilihan pertama. Pada musim panas 619, Wang menggulingkan Yang Tong dan mendirikan dinastinya sendiri, Dinasti Zheng, dengan dirinya sebagai kaisar.

Dinasti Tang (618–907 M)

Pada 18 Juni 618, Li Yuan naik tahta dan memulai era Dinasti Tang yang menggantikan Dinasti Sui. Zaman ini merupakan masa kemakmuran dan perkembangan seni dan teknologi Cina. Agama Buddha menjadi agama utama yang dianut oleh keluarga kerajaan serta rakyat kebanyakan. Sejak sekitar tahun 860, Dinasti Tang mulai mengalami kemunduran karena munculnya pemberontakan-pemberontakan.
Dinasti Sung (960-1279 M)
Dinasti Song (song chao) adalah salah satu dinasti yang memerintah di Cina antara tahun 960 sampai dengan tahun 1279 sebelum Cina diinvasi oleh bangsa Mongol. Dinasti ini menggantikan periode Lima Dinasti dan Sepuluh Negara dan setelah kejatuhannya digantikan oleh Dinasti Yuan. Dinasti ini merupakan pemerintahan pertama di dunia yang mencetak uang kertas dan merupakan dinasti Cina pertama yang mendirikan angkatan laut. Dalam periode pemerintahan dinasti ini pula, untuk pertama kalinya bubuk mesiu digunakan dalam peperangan dan kompas digunakan untuk menentukan arah utara.
Dinasti Song dibagi ke dalam dua periode berbeda, Song Utara dan Song Selatan. Semasa periode Song Utara (960–1127), ibukota Song terletak di kota Bianjing (sekarang Kaifeng) dan dinasti ini mengontrol kebanyakan daerah Cina dalam (daerah suku Han bermayoritas). Song Selatan (1127–1279) merujuk pada periode setelah dinasti Song kehilangan kontrol atas Cina Utara yang direbut oleh Dinasti Jin. Pada masa periode ini, pemerintahan Song mundur ke selatan Sungai Yangtze dan mendirikan ibukota di Lin’an (sekarang Hangzhou). Walaupun Dinasti Song telah kehilangan kontrol atas daerah asal kelahiran kebudayaan Cina yang berpusat di sekitar Sungai Kuning, ekonomi Dinasti Song tidaklah jatuh karena 60 persen populasi Cina berada di daerah kekuasaan Song Selatan dan mayoritas daerah kekuasaannya merupakan tanah pertanian yang produktif.[1] Dinasti Song Selatan meningkatkan kekuatan angkatan lautnya untuk mempertahankan daerah maritim dinasti Song. Untuk mendesak Jin dan bangsa Mongol, dinasti Song mengembangkan teknologi militer yang menggunakan bubuk mesiu. Pada tahun 1234, Dinasti Jin ditaklukkan oleh bangsa Mongol. Möngke Khan, Khan ke-empat kekaisaran Mongol, meninggal pada tahun 1259 dalam penyerangan ke sebuah kota di Chongqing. Saudara lelakinya, Kublai Khan kemudian dinyatakan sebagai Khan yang baru, walaupun klaim ini hanya diakui oleh sebagian bangsa Mongol di bagian Barat. Pada tahun 1271, Kubilai Khan dinyatakan sebagai Kaisar Cina.[2] Setelah peperangan sporadis selama dua dasawarsa, tentara Kubilai Khan berhasil menaklukkan dinasti Song pada tahun 1279. Cina kemudian disatukan kembali di bawah Dinasti Yuan (1271–1368).[3]
Kehidupan sosial semasa Dinasti Song cukup vibran. Elit-elit sosial saling berkumpul untuk memamerkan dan memperdagangkan karya-karya seni berharga, masyarakat saling berkumpul dalam festival-festival publik dan klub-klub privat, dan di kota-kota terdapat daerah perempatan hiburan yang semarak. Penyebaran ilmu dan literatur didorong oleh penemuan teknik percetakan blok kayu yang telah ada dan penemuan percetakan bergerak pada abad ke-11. Teknologi, sains, filsafat, matematika, dan ilmu teknik pra-modern berkembang dengan pesat pada masa Dinasti Song. Walaupun institusi seperti ujian pegawai sipil telah ada sejak masa Dinasti Sui, institusi ini menjadi lebih menonjol pada periode Song. Hal inilah yang menjadi faktor utama bergesernya elit bangsawan menjadi elit birokrat.

Dinasti Yuan (1279–1368 M)

Dinasti Yuan (yuan chao) (1279 – 1368) adalah satu dari dua dinasti asing di Cina (yang lainnya adalah dinasti Qing). Dinasti asing berarti dinasti yang bukan didirikan oleh orang Han karena di zaman dulu, Han adalah satu-satunya yang dianggap mewakili entitas China. Dinasti ini didirikan oleh Kublai Khan, cucu dari Jenghiz Khan yang mendirikan kekaisaran terbesar dalam sejarah dunia.
Walaupun Kublai Khan secara de-facto adalah pendiri Dinasti Yuan, namun ia menempatkan kakeknya, Jenghiz Khan sebagai kaisar pertama Dinasti Yuan.
Sebelum invasi bangsa Mongol, laporan dari dinasti-dinasti Cina memperkirakan terdapat sekitar 120 juta penduduk; namun setelah penaklukan selesai secara menyeluruh pada tahun 1279, sensus tahun 1300 menyebutkan bahwa terdapat 60 juta penduduk.[28] Demikian pula pada pemerintahan Dinasti Yuan terjadi epidemi abad ke-14 berupa wabah penyakit pes (Kematian Hitam), dan diperkirakan telah menewaskan 30% populasi Cina saat itu.

Dinasti Ming (1368–1644)

Sepanjang masa kekuasaan Dinasti Yuan, terjadi penentangan yang cukup kuat terhadap kekuasaan asing ini di kalangan masyarakat. Sentimen ini, ditambah sering timbulnya bencana alam sejak 1340-an, akhirnya menimbulkan pemberontakan petani yang menumbangkan kekuasaan Dinasti Yuan. Zhu Yuanzhang dari suku Han mendirikan Dinasti Ming setelah berhasil mengusir Dinasti Yuan pada tahun 1368.
Tahun 1449, Esen Tayisi dari bangsa Mongol Oirat melakukan penyerangan ke wilayah Cina utara, dan bahkan sampai berhasil menawan Kaisar Zhengtong di Tumu. Tahun 1542, Altan Khan memimpin bangsa Mongol terus-menerus mengganggu perbatasan utara Cina, dan pada tahun 1550 ia berhasil menyerang sampai ke pinggiran kota Beijing. Kekaisaran Dinasti Ming juga menghadapi serangan bajak laut Jepang di sepanjang garis pantai tenggara Cina;[31] peranan Jenderal Qi Jiguang sangat penting dalam mengalahkan serangan bajak laut tersebut. Suatu gempa bumi terdasyat di dunia, gempa bumi Shaanxi tahun 1556, diperkirakan telah menewaskan sekitar 830.000 penduduk, yang terjadi di masa pemerintahan Kaisar Jiajing.
Selama masa Dinasti Ming, pembangunan terakhir Tembok Besar Cina selesai dilaksanakan, sebagai usaha perlindungan bagi Cina atas invasi dari bangsa-bangsa asing. Meskipun pembangunannya telah dimulai di masa sebelumnya, sesungguhnya sebagian besar tembok yang terlihat saat ini adalah yang telah dibangun atau diperbaiki oleh Dinasti Ming. Bangunan bata dan granit telah diperluas, menara pengawas dirancang-ulang, serta meriam-meriam ditempatkan di sepanjang sisinya.

Dinasti Qing/Ching (1644–1911 M)

Dinasti Qing (16441911) didirikan menyusul kekalahan Dinasti Ming, dinasti terakhir Han Cina, oleh suku Manchu (滿族,满族) dari sebelah timur laut Cina pada tahun 1644. Dinasti ini merupakan dinasti feodal terakhir yang memerintah Cina. Diperkirakan sekitar 25 juta penduduk tewas dalam periode penaklukan Manchu atas Dinasti Ming (1616-1644).[32] Bangsa Manchu kemudian mengadopsi nilai-nilai Konfusianisme dalam pemerintahan mereka, sebagaimana tradisi yang dilaksanakan oleh pemerintahan dinasti-dinasti pribumi Cina sebelumnya.
Pada Pemberontakan Taiping (1851–1864), sepertiga wilayah Cina sempat jatuh dalam kekuasaan Taiping Tianguo, suatu gerakan keagamaan kuasi-Kristen yang dipimpin Hong Xiuquan yang menyebut dirinya “Raja Langit”. Setelah empat belas tahun, barulah pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan, tentara Taiping dihancurkan dalam Perang Nanking Ketiga tahun 1864. Kematian yang terjadi selama 15 tahun pemberontakan tersebut diperkirakan mencapai 20 juta penduduk.[33]
Beberapa pemberontakan yang memakan korban jiwa dan harta yang lebih besar kemudian terjadi, yaitu Perang Suku Punti-Hakka, Pemberontakan Nien, Pemberontakan Minoritas Hui, Pemberontakan Panthay, dan Pemberontakan Boxer.[34] Dalam banyak hal, pemberontakan-pemberontakan tersebut dan perjanjian tidak adil yang berhasil dipaksakan oleh kekuatan imperialis asing terhadap Dinasti Qing, merupakan tanda-tanda ketidakmampuan Dinasti Qing dalam menghadapi tantangan-tantangan baru yang muncul di abad ke-19

Ditulis Oleh : vhieyan // 23.02
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 

site stats

Buku Tamu

Guest Book x-2share